Tanda Tanya????????????
diantara sepi dan sunyi,hampa dan bosan,.
datang petang membunuh mentari,
ketika,tak ada sinar yang menerangi kensunyian ini,
datang kembali renungan tentang dahulu,saat ini,dan masa depan,
bimbang menjelma sedemikan rupa di saat fikiran mulai lelah tentang,masalah,cinta,dunia dan segalanya.
saeful rakhmat(28-11-2013)
PGMI1A-FITK-UNSIQ-2013
Kamis, 28 November 2013
Selasa, 26 November 2013
makalah karya dan pemikiran KH. Hasyim asyari
MAKALAH
DASAR-DASAR ILMU PENDIDIKAN
KARYA
DAN PEMIKIRAN K.H. HASYIM ASYARI
Dosen pengampu: nor
azis.msi
OLEH:
SAEFUL RAKHMAT
[PGMI 1A]
UNIVERSITAS SAINS AL QUR AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO
(UNSIQ)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
2013
Kata
pengantar
Assalamualaikum,wr,wb.
Puji
syukur selalu saya hanturkan kepada allah swt. Yang telah memberikan
kenikmatan,kesehatan dan keselamatan dalam membuat tugas makalah ini, sehingga
dapat terselesaikan tepat waktu.
Dalam
makalah ini saya akan memberikan informasi yang berkaitan tentang K.H HASYIM
ASYARI,biografi beliau serta karya dan pemikiran semasa hidup beliau.
Demikian
makalah ini saya buat dengan singkat dan saya sadar masih banyak kesalahan dan
kekurangan dalam makalah ini, saya
harapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini.
Wassalamualaikum,wr,wb.
Daftar
isi:
Kata
pengantar
Daftar
isi
Bab
I
Pendahuluan
1.Latar belakang
2.Rumusan masalah
Bab
II
Pembahasan/isi/pendalaman
1.Biografi K.H Hasyim Asyari
2.Karya dan pemikiran K.H Hasyim Asyari
Bab
III
Penutup
Kesimpulan
Daftar pustaka
Bab I
Pendahuluan
1.
Latar belakang
Sejak
anak-anak, bakat kepemimpinan dan kecerdasan KH Hasyim Ashari memang sudah
nampak. Di antara teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam
usia 13 tahun, ia sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih
besar ketimbang dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya,
berkelana memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain.
Seperti kebanyakan orang ketahui bahwa K.H hasyim
asyari merupakan tokoh agama yang mendirikan organisasi islam di Indonesia yang
sangatbesar pengikkutnya yaitu Nahdhatul Ulama (NU),berkat jasa dan kegigihannya pula beliau mendirikan
pondok pesantren di jombang jawa timur.
2.
Rumusan masalah
1.
Siapakah penggagas MAARIF ?
2.
Apa saja karya yang dihasilkan
oleh K.H Hasyim asyari?
3.
Pemikiran apa yang telah di
wujudkan dalam pendidikan dari NU ?
4.
Apakah NU mempunyai tujuan pendidikan ?
Bab
II
Pembahasan/isi/PendalamanPages
Biografi KH Hasyim
Asy'ari
Sejak anak-anak, bakat
kepemimpinan dan kecerdasan KH Hasyim Ashari memang sudah nampak. Di antara
teman sepermainannya, ia kerap tampil sebagai pemimpin. Dalam usia 13 tahun, ia
sudah membantu ayahnya mengajar santri-santri yang lebih besar ketimbang
dirinya. Usia 15 tahun Hasyim meninggalkan kedua orang tuanya, berkelana
memperdalam ilmu dari satu pesantren ke pesantren lain. Mula-mula ia menjadi
santri di Pesantren Wonokoyo, Probolinggo. Kemudian pindah ke Pesantren
Langitan, Tuban. Pindah lagi Pesantren Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan
berbagai ilmu yang dikecapnya, ia melanjutkan di Pesantren Kademangan,
Bangkalan di bawah asuhan Kyai Cholil.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo. Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal. Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsy.Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.
Tahun 1899, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir, pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1870. Dukuh Tebuireng terletak di arah timur Desa Keras, kurang lebih 1 km. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal. Dari tratak kecil inilah embrio Pesantren Tebuireng dimulai. Kyai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang.
Setelah dua tahun membangun Tebuireng, Kyai Hasyim kembali harus kehilangan istri tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan mereka sudah menampakkan hasil yang menggembirakan. Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf. Pada akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah,(4)MuhammadYa’kub.
Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Mohammad Cholil, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer dipanggil. Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.
Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya. Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga Kyai Cholil; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita. Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.
Sedangkan Kyai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits [1]. Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam. Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri, Kyai Cholil. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH. R. As’ad Syamsul Arifin, Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Siddiq adalah beberapa ulama terkenal yang pernah menjadi santri Kyai Hasyim. Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim.
Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.
Namun sempat juga Kyai Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kyai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kyainya itu. Masa awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng pun tak luput dari sasaran represif Belanda. Pada tahun 1913 M., intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas.
KH Hasyim Asyari belajar dasar-dasar agama dari ayah dan kakeknya, Kyai Utsman yang juga pemimpin Pesantren Nggedang di Jombang. Sejak usia 15 tahun, beliau berkelana menimba ilmu di berbagai pesantren, antara lain Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kademangan di Bangkalan dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo. Tak lama di sini, Hasyim pindah lagi di Pesantren Siwalan, Sidoarjo. Di pesantren yang diasuh Kyai Ya’qub inilah, agaknya, Hasyim merasa benar-benar menemukan sumber Islam yang diinginkan. Kyai Ya’qub dikenal sebagai ulama yang berpandangan luas dan alim dalam ilmu agama. Cukup lama –lima tahun– Hasyim menyerap ilmu di Pesantren Siwalan. Dan rupanya Kyai Ya’qub sendiri kesengsem berat kepada pemuda yang cerdas dan alim itu. Maka, Hasyim bukan saja mendapat ilmu, melainkan juga istri. Ia, yang baru berumur 21 tahun, dinikahkan dengan Chadidjah, salah satu puteri Kyai Ya’qub. Tidak lama setelah menikah, Hasyim bersama istrinya berangkat ke Mekkah guna menunaikan ibadah haji. Tujuh bulan di sana, Hasyim kembali ke tanah air, sesudah istri dan anaknya meninggal. Tahun 1893, ia berangkat lagi ke Tanah Suci. Sejak itulah ia menetap di Mekkah selama 7 tahun dan berguru pada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syaikh Mahfudh At Tarmisi, Syaikh Ahmad Amin Al Aththar, Syaikh Ibrahim Arab, Syaikh Said Yamani, Syaikh Rahmaullah, Syaikh Sholeh Bafadlal, Sayyid Abbas Maliki, Sayyid Alwi bin Ahmad As Saqqaf, dan Sayyid Husein Al Habsy.Tahun l899 pulang ke Tanah Air, Hasyim mengajar di pesanten milik kakeknya, Kyai Usman. Tak lama kemudian ia mendirikan Pesantren Tebuireng. Kyai Hasyim bukan saja Kyai ternama, melainkan juga seorang petani dan pedagang yang sukses. Tanahnya puluhan hektar. Dua hari dalam seminggu, biasanya Kyai Hasyim istirahat tidak mengajar. Saat itulah ia memeriksa sawah-sawahnya. Kadang juga pergi Surabaya berdagang kuda, besi dan menjual hasil pertaniannya. Dari bertani dan berdagang itulah, Kyai Hasyim menghidupi keluarga dan pesantrennya.
Tahun 1899, Kyai Hasyim membeli sebidang tanah dari seorang dalang di Dukuh Tebuireng. Letaknya kira-kira 200 meter sebelah Barat Pabrik Gula Cukir, pabrik yang telah berdiri sejak tahun 1870. Dukuh Tebuireng terletak di arah timur Desa Keras, kurang lebih 1 km. Di sana beliau membangun sebuah bangunan yang terbuat dari bambu (Jawa: tratak) sebagai tempat tinggal. Dari tratak kecil inilah embrio Pesantren Tebuireng dimulai. Kyai Hasyim mengajar dan salat berjamaah di tratak bagian depan, sedangkan tratak bagian belakang dijadikan tempat tinggal. Saat itu santrinya berjumlah 8 orang, dan tiga bulan kemudian meningkat menjadi 28 orang.
Setelah dua tahun membangun Tebuireng, Kyai Hasyim kembali harus kehilangan istri tercintanya, Nyai Khodijah. Saat itu perjuangan mereka sudah menampakkan hasil yang menggembirakan. Kyai Hasyim kemudian menikah kembali dengan Nyai Nafiqoh, putri Kyai Ilyas, pengasuh Pesantren Sewulan Madiun. Dari pernikahan ini Kyai Hasyim dikaruniai 10 anak, yaitu: (1) Hannah, (2) Khoiriyah, (3) Aisyah, (4) Azzah, (5) Abdul Wahid, (6) Abdul Hakim (Abdul Kholik), (7) Abdul Karim, (8) Ubaidillah, (9) Mashuroh, (10) Muhammad Yusuf. Pada akhir dekade 1920an, Nyai Nafiqoh wafat sehingga Kyai Hasyim menikah kembali dengan Nyai Masruroh, putri Kyai Hasan, pengasuh Pondok Pesantren Kapurejo, Pagu, Kediri. Dari pernikahan ini, Kyai Hasyim dikarunia 4 orang putra-putri, yaitu: (1) Abdul Qodir, (2) Fatimah, (3) Khotijah,(4)MuhammadYa’kub.
Pernah terjadi dialog yang mengesankan antara dua ulama besar, KH Muhammad Hasyim Asy’ari dengan KH Mohammad Cholil, gurunya. “Dulu saya memang mengajar Tuan. Tapi hari ini, saya nyatakan bahwa saya adalah murid Tuan,” kata Mbah Cholil, begitu Kyai dari Madura ini populer dipanggil. Kyai Hasyim menjawab, “Sungguh saya tidak menduga kalau Tuan Guru akan mengucapkan kata-kata yang demikian. Tidakkah Tuan Guru salah raba berguru pada saya, seorang murid Tuan sendiri, murid Tuan Guru dulu, dan juga sekarang. Bahkan, akan tetap menjadi murid Tuan Guru selama-lamanya.”Tanpa merasa tersanjung, Mbah Cholil tetap bersikeras dengan niatnya. “Keputusan dan kepastian hati kami sudah tetap, tiada dapat ditawar dan diubah lagi, bahwa kami akan turut belajar di sini, menampung ilmu-ilmu Tuan, dan berguru kepada Tuan,” katanya. Karena sudah hafal dengan watak gurunya, Kyai Hasyim tidak bisa berbuat lain selain menerimanya sebagai santri.
Lucunya, ketika turun dari masjid usai shalat berjamaah, keduanya cepat-cepat menuju tempat sandal, bahkan kadang saling mendahului, karena hendak memasangkan ke kaki gurunya. Sesungguhnya bisa saja terjadi seorang murid akhirnya lebih pintar ketimbang gurunya. Dan itu banyak terjadi. Namun yang ditunjukkan Kyai Hasyim juga Kyai Cholil; adalah kemuliaan akhlak. Keduanya menunjukkan kerendahan hati dan saling menghormati, dua hal yang sekarang semakin sulit ditemukan pada para murid dan guru-guru kita. Mbah Cholil adalah Kyai yang sangat termasyhur pada jamannya. Hampir semua pendiri NU dan tokoh-tokoh penting NU generasi awal pernah berguru kepada pengasuh sekaligus pemimpin Pesantren Kademangan, Bangkalan, Madura, ini.
Sedangkan Kyai Hasyim sendiri tak kalah cemerlangnya. Bukan saja ia pendiri sekaligus pemimpin tertinggi NU, yang punya pengaruh sangat kuat kepada kalangan ulama, tapi juga lantaran ketinggian ilmunya. Terutama, terkenal mumpuni dalam ilmu Hadits [1]. Setiap Ramadhan Kyai Hasyim punya ‘tradisi’ menggelar kajian hadits Bukhari dan Muslim selama sebulan suntuk. Kajian itu mampu menyedot perhatian ummat Islam. Maka tak heran bila pesertanya datang dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk mantan gurunya sendiri, Kyai Cholil. Ribuan santri menimba ilmu kepada Kyai Hasyim. Setelah lulus dari Tebuireng, tak sedikit di antara santri Kyai Hasyim kemudian tampil sebagai tokoh dan ulama kondang dan berpengaruh luas. KH Abdul Wahab Chasbullah, KH Bisri Syansuri, KH. R. As’ad Syamsul Arifin, Wahid Hasyim (anaknya) dan KH Achmad Siddiq adalah beberapa ulama terkenal yang pernah menjadi santri Kyai Hasyim. Tak pelak lagi pada abad 20 Tebuireng merupakan pesantren paling besar dan paling penting di Jawa. Zamakhsyari Dhofier, penulis buku ‘Tradisi Pesantren’, mencatat bahwa pesantren Tebuireng adalah sumber ulama dan pemimpin lembaga-lembaga pesantren di seluruh Jawa dan Madura. Tak heran bila para pengikutnya kemudian memberi gelar Hadratus-Syaikh (Tuan Guru Besar) kepada Kyai Hasyim.
Karena pengaruhnya yang demikian kuat itu, keberadaan Kyai Hasyim menjadi perhatian serius penjajah. Baik Belanda maupun Jepang berusaha untuk merangkulnya. Di antaranya ia pernah dianugerahi bintang jasa pada tahun 1937, tapi ditolaknya. Justru Kyai Hasyim sempat membuat Belanda kelimpungan. Pertama, ia memfatwakan bahwa perang melawan Belanda adalah jihad (perang suci). Belanda kemudian sangat kerepotan, karena perlawanan gigih melawan penjajah muncul di mana-mana. Kedua, Kyai Hasyim juga pernah mengharamkan naik haji memakai kapal Belanda. Fatwa tersebut ditulis dalam bahasa Arab dan disiarkan oleh Kementerian Agama secara luas. Keruan saja, Van der Plas (penguasa Belanda) menjadi bingung. Karena banyak ummat Islam yang telah mendaftarkan diri kemudian mengurungkan niatnya.
Namun sempat juga Kyai Hasyim mencicipi penjara 3 bulan pada l942. Tidak jelas alasan Jepang menangkap Kyai Hasyim. Mungkin, karena sikapnya tidak kooperatif dengan penjajah. Uniknya, saking khidmatnya kepada gurunya, ada beberapa santri minta ikut dipenjarakan bersama Kyainya itu. Masa awal perjuangan Kyai Hasyim di Tebuireng bersamaan dengan semakin represifnya perlakuan penjajah Belanda terhadap rakyat Indonesia. Pasukan Kompeni ini tidak segan-segan membunuh penduduk yang dianggap menentang undang-undang penjajah. Pesantren Tebuireng pun tak luput dari sasaran represif Belanda. Pada tahun 1913 M., intel Belanda mengirim seorang pencuri untuk membuat keonaran di Tebuireng. Namun dia tertangkap dan dihajar beramai-ramai oleh santri hingga tewas.
Peristiwa ini
dimanfaatkan oleh Belanda untuk menangkap Kyai Hasyim dengan tuduhan
pembunuhan. Dalam pemeriksaan, Kyai Hasyim yang sangat piawai dengan
hukum-hukum Belanda, mampu menepis semua tuduhan tersebut dengan taktis.
Akhirnya beliau dilepaskan dari jeratan hukum. Belum puas dengan cara adu
domba, Belanda kemudian mengirimkan beberapa kompi pasukan untuk
memporak-porandakan pesantren yang baru berdiri 10-an tahun itu. Akibatnya,
hampir seluruh bangunan pesantren porak-poranda, dan kitab-kitab dihancurkan
serta dibakar. Perlakuan represif Belanda ini terus berlangsung hingga
masa-masa revolusi fisik Tahun 1940an. Pada bulan Maret 1942, Pemerintah Hindia
Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, dekat Bandung, sehingga secara de
facto dan de jure, kekuasaan Indonesia berpindah tangan ke tentara Jepang.
Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim. Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kyai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang. Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kyai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan,
Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kyai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan. Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kyai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.
Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kyai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kyai dan santri. Selain itu, pembebasan Kyai Hasyim juga berkat usaha dari Kyai Wahid Hasyim dan Kyai Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta. Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut.
Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro’is ‘Am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947. Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada KyaiHasyim.
Kemampuannya dalam ilmu hadits, diwarisi dari gurunya, Syaikh Mahfudh At Tarmisi di Mekkah. Selama 7 tahun Hasyim berguru kepada Syaikh ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu. Disamping Syaikh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabau. Kepada dua guru besar itu pulalah Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi, antara KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru. Yang perlu ditekankan, saat Hasyim belajar di Mekkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan sebagaimana diketahui, buah pikiran Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan ummat Islam selanjutnya. Sebagaimana telah dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang dianjurkan oleh Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah. Termasuk Hasyim tentu saja. Ide reformasi Abduh itu ialah pertama mengajak ummat Islam untuk memurnikan kembali Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang sebenarnya bukan berasal dari Islam.
Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas; dan ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern; dan keempat, mempertahankan Islam. Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern pertama dimaksudkan agar supaya Islam dapat memainkan kembali tanggung jawab yang lebih besar dalam lapangan sosial, politik dan pendidikan. Dengan alasan inilah Abduh melancarkan ide agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mereka kepada pola pikiran para mazhab dan agar ummat Islam meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. Syaikh Ahmad Khatib mendukung beberapa pemikiran Abduh, walaupun ia berbeda dalam beberapa hal. Beberapa santri Syaikh Khatib ketika kembali ke Indonesia ada yang mengembangkan ide-ide Abduh itu. Di antaranya adalah KH Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah. Tidak demikian dengan Hasyim. Ia sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh untuk menyemangatkan kembali Islam, tetapi ia menolak pikiran Abduh agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mazhab.
Ia berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin untuk memahami maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab. Untuk menafsirkan Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari dan meneliti buku-buku para ulama mazhab hanya akan menghasilkan pemutarbalikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, demikian tulis Dhofier. Dalam hal tarekat, Hasyim tidak menganggap bahwa semua bentuk praktek keagamaan waktu itu salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Hanya, ia berpesan agar ummat Islam berhati-hati bila memasuki kehidupan tarekat. Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren (sering disebut kelompok tradisional), dengan yang tidak bermazhab (diwakili Muhammadiyah dan Persis, sering disebut kelompok modernis) itu memangkerap tidak terelakkan.
Puncaknya adalah saat Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah. Karena aspirasi golongan tradisional tidak tertampung (di antaranya: tradisi bermazhab agar tetap diberi kebebasan, terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai makam Rasulullah sampai para sahabat) kelompok ini kemudian membentuk Komite Hijaz.
Komite yang dipelopori KH Abdullah Wahab Chasbullah ini bertugas menyampaikan aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi. Atas restu Kyai Hasyim, Komite inilah yang pada 31 Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya kebangkitan ulama. Setelah NU berdiri posisi kelompok tradisional kian kuat. Terbukti, pada 1937 ketika beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebuta MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) Kyai Hasyim diminta jadi ketuanya. Ia juga pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia. Penjajahan panjang yang mengungkung bangsa Indonesia, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Pada tahun 1908 muncul sebuah gerakan yang kini disebut Gerakan Kebangkitan Nasional.
Semangat Kebangkitan Nasional terus menyebar ke mana-mana, sehingga muncullah berbagai organisai pendidikan, sosial, dan keagamaan, diantaranya Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916, dan Taswirul Afkar tahun 1918 (dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri atau Kebangkitan Pemikiran). Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar, maka Taswirul Afkar tampil sebagi kelompok studi serta lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Tokoh utama dibalik pendirian tafwirul afkar adalah, KH Abdul Wahab Hasbullah (tokoh muda pengasuh PP. Bahrul Ulum Tambakberas), yang juga murid hadratus Syaikh. Kelompok ini lahir sebagai bentuk kepedulian para ulama terhadap tantangan zaman di kala itu, baik dalam masalah keagamaan, pendidikan, sosial, dan politik. Pada masa itu, Raja Saudi Arabia, Ibnu Saud, berencana menjadikan madzhab Salafi-Wahabi sebagai madzhab resmi Negara. Dia juga berencana menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam yang selama ini banyak diziarahi kaum Muslimin, karena dianggap bid’ah. Di Indonesia, rencana tersebut mendapat sambutan hangat kalangan modernis seperti Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang menghormati keberagaman, menolak dengan alasan itu adalah pembatasan madzhab dan penghancuran warisan peradaban itu. Akibatnya, kalangan pesantren dikeluarkan dari keanggotaan Kongres Al Islam serta tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah, yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh semangat untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta rasa kepedulian terhadap pelestarian warisan peradaban, maka Kyai Hasyim bersama para pengasuh pesantren lainnya, membuat delegasi yang dinamai Komite Hijaz. Komite yang diketuai KH. Wahab Hasbullah ini datang ke Saudi Arabia dan meminta Raja Ibnu Saud untuk mengurungkan niatnya.
Pada saat yang hampir bersamaan, datang pula tantangan dari berbagai penjuru dunia atas rencana Ibnu Saud, sehingga rencana tersebut digagalkan. Hasilnya, hingga saat ini umat Islam bebas melaksanakan ibadah di Mekah sesuai dengan madzhab masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Pendirian Nahdlatul Ulama (NU) [2].
Tahun 1924, kelompok diskusi Taswirul Afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari Allah. Dinanti-nanti sekian lama, petunjuk itu belum datang juga. Kyai Hasyim sangat gelisah. Dalam hati kecilnya ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan. Sementara nun jauh di Bangkalan sana, Kyai Khalil telah mengetahui apa yang dialami Kyai Hasyim. Kyai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As’ad Syamsul Arifin (kelak menjadi pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo), untuk menyampaikan sebuah tasbih kepada Kyai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kyai Hasyi
Ketika Kyai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan airmata. Waktu terus berjalan, akan tetapi pendirian organisasi itu belum juga terealisasi. Agaknya Kyai Hasyim masih menunggu kemantapan hati. Satu tahun kemudian (1925), pemuda As’ad kembali datang menemui Hadratus Syaikh. ”Kyai, saya diutus oleh Kyai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kyai Kholil di lehernya. Tangan As’ad belum pernah menyentuh tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng sangatlah jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir tangannya menyentuh tasbih. Ia memiliki prinsip, ”kalung ini yang menaruh adalah Kyai, maka yang boleh melepasnya juga harus Kyai”.
Inilah salah satu sikap ketaatan santri kepada sang guru.”Kyai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad. Kehadiran As’ad yang kedua ini membuat hati Kyai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syaikh menangkap isyarat bahwa gurunya tidak keberatan jika ia bersama kawan-kawannya mendirikan organisai/jam’iyah. Inilah jawaban yang dinanti-nantinya melalui salat istikharah. Sayangnya, sebelum keinginan itu terwujud, Kyai Kholil sudah meninggal dunia terlebih dahulu. Pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926M, organisasi tersebut secara resmi didirikan, dengan nama Nahdhatul Ulama’, yang artinya kebangkitan ulama. Kyai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama. Kelak, jam’iyah ini menjadi organisasi dengan anggota terbesar di Indonesia, bahkan diAsia.
Sebagaimana diketahui, saat itu (bahkan hingga kini) dalam dunia Islam terdapat pertentangan faham, antara faham pembaharuan yang dilancarkan Muhammad Abduh dari Mesir dengan faham bermadzhab yang menerima praktek tarekat. Ide reformasi Muhammad Abduh antara lain bertujuan memurnikan kembali ajaran Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang bukan berasal dari Islam, mereformasi pendidikan Islam di tingkat universitas, dan mengkaji serta merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan modern. Dengan ini Abduh melancarakan ide agar umat Islam terlepas dari pola pemikiran madzhab dan meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. Semangat Abduh juga mempengaruhi masyarakat Indonesia, kebanyakan di kawasan Sumatera yang dibawa oleh para mahasiswa yangbelajardiMekkah.
Sedangkan di Jawa dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi Muhammadiyah (berdiri tahun 1912). Kyai Hasyim pada prinsipnya menerima ide Muhammad Abduh untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, akan tetapi menolak melepaskan diri dari keterikatan madzhab. Sebab dalam pandangannya, umat Islam sangat sulit memahami maksud Al Quran atau Hadits tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama madzhab. Pemikiran yang tegas dari Kyai Hasyim ini memperoleh dukungan para Kyai di seluruh tanah Jawa dan Madura. Kyai Hasyim yang saat itu menjadi ”kiblat” para Kyai, berhasil menyatukan mereka melalui pendirian Nahdlatul Ulama’ ini. Pada saat pendirian organisasi pergerakan kebangsaan membentuk Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI), Kyai Hasyim dengan putranya Kyai Wahid Hasyim, diangkat sebagaipimpinannya(periodetahun1937-1942).
Pendudukan Dai Nippon menandai datangnya masa baru bagi kalangan Islam. Berbeda dengan Belanda yang represif kepada Islam, Jepang menggabungkan antara kebijakan represi dan kooptasi, sebagai upaya untuk memperoleh dukungan para pemimpin Muslim. Salah satu perlakuan represif Jepang adalah penahanan terhadap Hadratus Syaikh beserta sejumlah putera dan kerabatnya. Ini dilakukan karena Kyai Hasyim menolak melakukan seikerei. Yaitu kewajiban berbaris dan membungkukkan badan ke arah Tokyo setiap pukul 07.00 pagi, sebagai simbol penghormatan kepada Kaisar Hirohito dan ketaatan kepada Dewa Matahari (Amaterasu Omikami). Aktivitas ini juga wajib dilakukan oleh seluruh warga di wilayah pendudukan Jepang, setiap kali berpapasan atau melintas di depan tentara Jepang. Kyai Hasyim menolak aturan tersebut. Sebab hanya Allah lah yang wajib disembah, bukan manusia. Akibatnya, Kyai Hasyim ditangkap dan ditahan secara berpindah–pindah, mulai dari penjara Jombang, kemudian Mojokerto, dan akhirnya ke penjara Bubutan,
Karena kesetiaan dan keyakinan bahwa Hadratus Syaikh berada di pihak yang benar, sejumlah santri Tebuireng minta ikut ditahan. Selama dalam tahanan, Kyai Hasyim mengalami banyak penyiksaan fisik sehingga salah satu jari tangannya menjadi patah tak dapat digerakkan. Setelah penahanan Hadratus Syaikh, segenap kegiatan belajar-mengajar di Pesantren Tebuireng vakum total. Penahanan itu juga mengakibatkan keluarga Hadratus Syaikh tercerai berai. Isteri Kyai Hasyim, Nyai Masruroh, harus mengungsi ke Pesantren Denanyar, barat Kota Jombang.
Tanggal 18 Agustus 1942, setelah 4 bulan dipenjara, Kyai Hasyim dibebaskan oleh Jepang karena banyaknya protes dari para Kyai dan santri. Selain itu, pembebasan Kyai Hasyim juga berkat usaha dari Kyai Wahid Hasyim dan Kyai Wahab Hasbullah dalam menghubungi pembesar-pembesar Jepang, terutama Saikoo Sikikan di Jakarta. Tanggal 22 Oktober 1945, ketika tentara NICA (Netherland Indian Civil Administration) yang dibentuk oleh pemerintah Belanda membonceng pasukan Sekutu yang dipimpin Inggris, berusaha melakukan agresi ke tanah Jawa (Surabaya) dengan alasan mengurus tawanan Jepang, Kyai Hasyim bersama para ulama menyerukan Resolusi Jihad melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris tersebut.
Resolusi Jihad ditandatangani di kantor NU Bubutan, Surabaya. Akibatnya, meletuslah perang rakyat semesta dalam pertempuran 10 November 1945 yang bersejarah itu. Umat Islam yang mendengar Resolusi Jihad itu keluar dari kampung-kampung dengan membawa senjata apa adanya untuk melawan pasukan gabungan NICA dan Inggris. Peristiwa 10 Nopember kemudian diperingati sebagai Hari Pahlawan Nasional. Pada tanggal 7 Nopember 1945—tiga hari sebelum meletusnya perang 10 Nopember 1945 di Surabaya—umat Islam membentuk partai politik bernama Majelis Syuro Muslim Indonesia (Masyumi). Pembentukan Masyumi merupakan salah satu langkah konsolidasi umat Islam dari berbagai faham. Kyai Hasyim diangkat sebagai Ro’is ‘Am (Ketua Umum) pertama periode tahun 1945-1947. Selama masa perjuangan mengusir penjajah, Kyai Hasyim dikenal sebagai penganjur, penasehat, sekaligus jenderal dalam gerakan laskar-laskar perjuangan seperti GPII, Hizbullah, Sabilillah, dan gerakan Mujahidin. Bahkan Jenderal Soedirman dan Bung Tomo senantiasa meminta petunjuk kepada KyaiHasyim.
Kemampuannya dalam ilmu hadits, diwarisi dari gurunya, Syaikh Mahfudh At Tarmisi di Mekkah. Selama 7 tahun Hasyim berguru kepada Syaikh ternama asal Pacitan, Jawa Timur itu. Disamping Syaikh Mahfudh, Hasyim juga menimba ilmu kepada Syaikh Ahmad Khatib Al Minangkabau. Kepada dua guru besar itu pulalah Kyai Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, berguru. Jadi, antara KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan sebenarnya tunggal guru. Yang perlu ditekankan, saat Hasyim belajar di Mekkah, Muhammad Abduh sedang giat-giatnya melancarkan gerakan pembaharuan pemikiran Islam. Dan sebagaimana diketahui, buah pikiran Abduh itu sangat mempengaruhi proses perjalanan ummat Islam selanjutnya. Sebagaimana telah dikupas Deliar Noer, ide-ide reformasi Islam yang dianjurkan oleh Abduh yang dilancarkan dari Mesir, telah menarik perhatian santri-santri Indonesia yang sedang belajar di Mekkah. Termasuk Hasyim tentu saja. Ide reformasi Abduh itu ialah pertama mengajak ummat Islam untuk memurnikan kembali Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang sebenarnya bukan berasal dari Islam.
Kedua, reformasi pendidikan Islam di tingkat universitas; dan ketiga, mengkaji dan merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan kehidupan modern; dan keempat, mempertahankan Islam. Usaha Abduh merumuskan doktrin-doktrin Islam untuk memenuhi kebutuhan kehidupan modern pertama dimaksudkan agar supaya Islam dapat memainkan kembali tanggung jawab yang lebih besar dalam lapangan sosial, politik dan pendidikan. Dengan alasan inilah Abduh melancarkan ide agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mereka kepada pola pikiran para mazhab dan agar ummat Islam meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. Syaikh Ahmad Khatib mendukung beberapa pemikiran Abduh, walaupun ia berbeda dalam beberapa hal. Beberapa santri Syaikh Khatib ketika kembali ke Indonesia ada yang mengembangkan ide-ide Abduh itu. Di antaranya adalah KH Ahmad Dahlan yang kemudian mendirikan Muhammadiyah. Tidak demikian dengan Hasyim. Ia sebenarnya juga menerima ide-ide Abduh untuk menyemangatkan kembali Islam, tetapi ia menolak pikiran Abduh agar ummat Islam melepaskan diri dari keterikatan mazhab.
Ia berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin untuk memahami maksud yang sebenarnya dari ajaran-ajaran Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari pendapat-pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab. Untuk menafsirkan Al Qur’an dan Hadist tanpa mempelajari dan meneliti buku-buku para ulama mazhab hanya akan menghasilkan pemutarbalikan saja dari ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya, demikian tulis Dhofier. Dalam hal tarekat, Hasyim tidak menganggap bahwa semua bentuk praktek keagamaan waktu itu salah dan bertentangan dengan ajaran Islam. Hanya, ia berpesan agar ummat Islam berhati-hati bila memasuki kehidupan tarekat. Dalam perkembangannya, benturan pendapat antara golongan bermazhab yang diwakili kalangan pesantren (sering disebut kelompok tradisional), dengan yang tidak bermazhab (diwakili Muhammadiyah dan Persis, sering disebut kelompok modernis) itu memangkerap tidak terelakkan.
Puncaknya adalah saat Konggres Al Islam IV yang diselenggarakan di Bandung. Konggres itu diadakan dalam rangka mencari masukan dari berbagai kelompok ummat Islam, untuk dibawa ke Konggres Ummat Islam di Mekkah. Karena aspirasi golongan tradisional tidak tertampung (di antaranya: tradisi bermazhab agar tetap diberi kebebasan, terpeliharanya tempat-tempat penting, mulai makam Rasulullah sampai para sahabat) kelompok ini kemudian membentuk Komite Hijaz.
Komite yang dipelopori KH Abdullah Wahab Chasbullah ini bertugas menyampaikan aspirasi kelompok tradisional kepada penguasa Arab Saudi. Atas restu Kyai Hasyim, Komite inilah yang pada 31 Februari l926 menjelma jadi Nahdlatul Ulama (NU) yang artinya kebangkitan ulama. Setelah NU berdiri posisi kelompok tradisional kian kuat. Terbukti, pada 1937 ketika beberapa ormas Islam membentuk badan federasi partai dan perhimpunan Islam Indonesia yang terkenal dengan sebuta MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia) Kyai Hasyim diminta jadi ketuanya. Ia juga pernah memimpin Masyumi, partai politik Islam terbesar yang pernah ada di Indonesia. Penjajahan panjang yang mengungkung bangsa Indonesia, menggugah kesadaran kaum terpelajar untuk memperjuangkan martabat bangsa, melalui jalan pendidikan dan organisasi. Pada tahun 1908 muncul sebuah gerakan yang kini disebut Gerakan Kebangkitan Nasional.
Semangat Kebangkitan Nasional terus menyebar ke mana-mana, sehingga muncullah berbagai organisai pendidikan, sosial, dan keagamaan, diantaranya Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Tanah Air) tahun 1916, dan Taswirul Afkar tahun 1918 (dikenal juga dengan Nahdlatul Fikri atau Kebangkitan Pemikiran). Dari situ kemudian didirikan Nahdlatut Tujjar (Pergerakan Kaum Saudagar). Serikat itu dijadikan basis untuk memperbaiki perekonomian rakyat. Dengan adanya Nahdlatul Tujjar, maka Taswirul Afkar tampil sebagi kelompok studi serta lembaga pendidikan yang berkembang sangat pesat dan memiliki cabang di beberapa kota. Tokoh utama dibalik pendirian tafwirul afkar adalah, KH Abdul Wahab Hasbullah (tokoh muda pengasuh PP. Bahrul Ulum Tambakberas), yang juga murid hadratus Syaikh. Kelompok ini lahir sebagai bentuk kepedulian para ulama terhadap tantangan zaman di kala itu, baik dalam masalah keagamaan, pendidikan, sosial, dan politik. Pada masa itu, Raja Saudi Arabia, Ibnu Saud, berencana menjadikan madzhab Salafi-Wahabi sebagai madzhab resmi Negara. Dia juga berencana menghancurkan semua peninggalan sejarah Islam yang selama ini banyak diziarahi kaum Muslimin, karena dianggap bid’ah. Di Indonesia, rencana tersebut mendapat sambutan hangat kalangan modernis seperti Muhammadiyah di bawah pimpinan Ahmad Dahlan, maupun PSII di bahwah pimpinan H.O.S. Tjokroaminoto. Sebaliknya, kalangan pesantren yang menghormati keberagaman, menolak dengan alasan itu adalah pembatasan madzhab dan penghancuran warisan peradaban itu. Akibatnya, kalangan pesantren dikeluarkan dari keanggotaan Kongres Al Islam serta tidak dilibatkan sebagai delegasi dalam Mu’tamar ‘Alam Islami (Kongres Islam Internasional) di Mekah, yang akan mengesahkan keputusan tersebut. Didorong oleh semangat untuk menciptakan kebebasan bermadzhab serta rasa kepedulian terhadap pelestarian warisan peradaban, maka Kyai Hasyim bersama para pengasuh pesantren lainnya, membuat delegasi yang dinamai Komite Hijaz. Komite yang diketuai KH. Wahab Hasbullah ini datang ke Saudi Arabia dan meminta Raja Ibnu Saud untuk mengurungkan niatnya.
Pada saat yang hampir bersamaan, datang pula tantangan dari berbagai penjuru dunia atas rencana Ibnu Saud, sehingga rencana tersebut digagalkan. Hasilnya, hingga saat ini umat Islam bebas melaksanakan ibadah di Mekah sesuai dengan madzhab masing-masing. Itulah peran internasional kalangan pesantren pertama, yang berhasil memperjuangkan kebebasan bermadzhab dan berhasil menyelamatkan peninggalan sejarah serta peradaban yang sangat berharga.
Pendirian Nahdlatul Ulama (NU) [2].
Tahun 1924, kelompok diskusi Taswirul Afkar ingin mengembangkan sayapnya dengan mendirikan sebuah organisasi yang ruang lingkupnya lebih besar. Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari yang dimintai persetujuannya, meminta waktu untuk mengerjakan salat istikharah, menohon petunjuk dari Allah. Dinanti-nanti sekian lama, petunjuk itu belum datang juga. Kyai Hasyim sangat gelisah. Dalam hati kecilnya ingin berjumpa dengan gurunya, KH Kholil bin Abdul Latif, Bangkalan. Sementara nun jauh di Bangkalan sana, Kyai Khalil telah mengetahui apa yang dialami Kyai Hasyim. Kyai Kholil lalu mengutus salah satu orang santrinya yang bernama As’ad Syamsul Arifin (kelak menjadi pengasuh PP Salafiyah Syafiiyah Situbondo), untuk menyampaikan sebuah tasbih kepada Kyai Hasyim di Tebuireng. Pemuda As’ad juga dipesani agar setiba di Tebuireng membacakan surat Thaha ayat 23 kepada Kyai Hasyi
Ketika Kyai Hasyim menerima kedatangan As’ad, dan mendengar ayat tersebut, hatinya langsung bergentar. ”Keinginanku untuk membentuk jamiyah agaknya akan tercapai,” ujarnya lirih sambil meneteskan airmata. Waktu terus berjalan, akan tetapi pendirian organisasi itu belum juga terealisasi. Agaknya Kyai Hasyim masih menunggu kemantapan hati. Satu tahun kemudian (1925), pemuda As’ad kembali datang menemui Hadratus Syaikh. ”Kyai, saya diutus oleh Kyai Kholil untuk menyampaikan tasbih ini,” ujar pemuda Asad sambil menunjukkan tasbih yang dikalungkan Kyai Kholil di lehernya. Tangan As’ad belum pernah menyentuh tasbih sersebut, meskipun perjalanan antara Bangkalan menuju Tebuireng sangatlah jauh dan banyak rintangan. Bahkan ia rela tidak mandi selama dalam perjalanan, sebab khawatir tangannya menyentuh tasbih. Ia memiliki prinsip, ”kalung ini yang menaruh adalah Kyai, maka yang boleh melepasnya juga harus Kyai”.
Inilah salah satu sikap ketaatan santri kepada sang guru.”Kyai Kholil juga meminta untuk mengamalkan wirid Ya Jabbar, Ya Qahhar setiap waktu,” tambah As’ad. Kehadiran As’ad yang kedua ini membuat hati Kyai Hasyim semakin mantap. Hadratus Syaikh menangkap isyarat bahwa gurunya tidak keberatan jika ia bersama kawan-kawannya mendirikan organisai/jam’iyah. Inilah jawaban yang dinanti-nantinya melalui salat istikharah. Sayangnya, sebelum keinginan itu terwujud, Kyai Kholil sudah meninggal dunia terlebih dahulu. Pada tanggal 16 Rajab 1344 H/31 Januari 1926M, organisasi tersebut secara resmi didirikan, dengan nama Nahdhatul Ulama’, yang artinya kebangkitan ulama. Kyai Hasyim dipercaya sebagai Rais Akbar pertama. Kelak, jam’iyah ini menjadi organisasi dengan anggota terbesar di Indonesia, bahkan diAsia.
Sebagaimana diketahui, saat itu (bahkan hingga kini) dalam dunia Islam terdapat pertentangan faham, antara faham pembaharuan yang dilancarkan Muhammad Abduh dari Mesir dengan faham bermadzhab yang menerima praktek tarekat. Ide reformasi Muhammad Abduh antara lain bertujuan memurnikan kembali ajaran Islam dari pengaruh dan praktek keagamaan yang bukan berasal dari Islam, mereformasi pendidikan Islam di tingkat universitas, dan mengkaji serta merumuskan kembali doktrin Islam untuk disesuaikan dengan kebutuhan kehidupan modern. Dengan ini Abduh melancarakan ide agar umat Islam terlepas dari pola pemikiran madzhab dan meninggalkan segala bentuk praktek tarekat. Semangat Abduh juga mempengaruhi masyarakat Indonesia, kebanyakan di kawasan Sumatera yang dibawa oleh para mahasiswa yangbelajardiMekkah.
Sedangkan di Jawa dipelopori oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi Muhammadiyah (berdiri tahun 1912). Kyai Hasyim pada prinsipnya menerima ide Muhammad Abduh untuk membangkitkan kembali ajaran Islam, akan tetapi menolak melepaskan diri dari keterikatan madzhab. Sebab dalam pandangannya, umat Islam sangat sulit memahami maksud Al Quran atau Hadits tanpa mempelajari kitab-kitab para ulama madzhab. Pemikiran yang tegas dari Kyai Hasyim ini memperoleh dukungan para Kyai di seluruh tanah Jawa dan Madura. Kyai Hasyim yang saat itu menjadi ”kiblat” para Kyai, berhasil menyatukan mereka melalui pendirian Nahdlatul Ulama’ ini. Pada saat pendirian organisasi pergerakan kebangsaan membentuk Majelis Islam ‘Ala Indonesia (MIAI), Kyai Hasyim dengan putranya Kyai Wahid Hasyim, diangkat sebagaipimpinannya(periodetahun1937-1942).
[1] kisah,asal mula
adanya pemikiran NU dan MUHAMMADIYAH,
[2]kisah,bangkitnya
kaum ulama untuk mempertahankan tradisi,
[3]mahakarya k.h
hasyim asyari
KARYA DAN HASIL PEMIKIRAN KH HASYIM ASYARI
Sementara
itu NU tidak hanya bergerak dalam social kemasyarakatan tetapi memperhatikan
pada masalah pendidikan pula yaitu “ma’arif”[4].ma’arif bertugas membuat
perundang-undadng dan program pendidikan yang bernaung dan dinaungi oleh NU.
BERIKUT
MERUPAKAN TUJUAN PENDIDIKAN MAARIF;
1.
Menumbuhkan jiwa pendidikan dan pemikiran/gagasan
yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik sesuai ajaran ahlussunah
wal jamaah.
2.
Menanamkan sifat terbuka ,mandiri,kemampuan bekerja
dengan pihak lain,ketrampilan ilmu pengetahuan dan teknologi(IPTEK)
3.
Menciptakan sifat perilaku hidup yang berorientasi
duniawi dan ukhrawi.
4.
Menanamkan terhadap nilai ajaran agama islam yang
dinamis.
Setelah terciptanya
tujuan maka NU mendirikan lembaga
pendidikan madrasah dan umum, sebagai berikut:
1.
RAUDHATUL
ATHFAL(TK) 3TH
2.
SEKOLAH RAKYAT INDONESIA(SRI) 6TH
3.
SMP NU 3TH
4.
MMA NU 3TH
5.
MUALLIMIN/MUALLIMAT
5TH
6. Selain madrasah dan sekolah umum NU juga punya PERGURUAN TINGGI [5].
Semua itu tidak terlepas
dari K.H. HASYIM ASYARI sebagai pendiri NU.Setelah jasanya yang begitu besar
beliau mewariskan itu semua kepada kita khususnya pada kaum NU. Beliau wafat
pada tanggal 25 juli 1947 dengan meninggalkan karya dan pemikiran yang sangat
monumental khususnya PONDOK PESANTREN TEBUIRENG
[4]”maarif
merupakan karya ciptaan k.h. hasyim asyari yang dinaungi oleh NU.
[5]
PERGURUAN TINGGI yang berbasis islam di jawa dan Madura dominan tujuan dan
realisasi dari maarif.
Bab
III
Penutup
Kesimpulan
K.H Hasyim Asyari merupakan
penggagasan maarif sebagai pelaksana
dalam tugas-tugas pendidikan yang
bernaung pada NU,karya yang telah dihasilkan adalah madrasah,sekolah umum,dan
perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat kurikulum berbasis keislaman/al
quran/pondok pesantren.tujuan NU dalam pendidikan adlah membuka seluas-luasnya
ilmu pendidikan dan keagamaan kepada seluruh masyarakat luas/penndidikan yang
terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat.
Daftar
pustaka
Hasbullah.dasar-dasar
ilmu pendidikan.YLKiS.Yogyakarta.2008
Munasichin,Zainal. Resolusi
Jihad; Sejarah Yang Dilupakan. Jakarta: DPP PKB. 2011.
Nata, Abuddin. Tokoh-tokoh
Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
2005
Zuhairi dkk. Sejarah
Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 2004.
resume buku dasar-dasar ilmu pendidikan
BOOK OF RESUME
Name :
SAEFUL RAKHMAT
Class/Fak/Univ. : PGMI 1A/FITK/UNSIQ
Subjek :
DASAR-DASAR PENDIDIKAN
Objek :
MERESUME BUKU SESUAI SILABUS
Book
Id : Suwarno,Wiji, 2013,
Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,
Jogjakarta;Arruzzmedia.
Hasbullah,
2012, dasar-dasar ilmu pendidikan, Jakarta;pt. rajagrafindo.
Date
Of Resume : senin, 11 November 2013
DASAR-DASAR ILMU
PENDIDIKAN
Wiji Suwarno
Editor: IIyya Muhsin
Proofreader:
Aziz Safa
Desain Cover:
TriAT
Desain isi: noorzed
Penerbit:
AR-RUZZ MEDIA
Jl.Anggrek 126 Sambilegi,Maguwoharjo,
Depok,Sleman,Jogjakarta488132
Telp/fax: (0274)488132
ISBN:
979-25-4371-6
Cetakan IV,2013
Dicetak oleh:
AR-RUZZ MEDIA
Telp/fax:
(0247)4332044
Perpustakaan Nasional: Catalog
Dalam Terbitan (KDT)
Suwarno, Wiji.
Dasar-dasar ilmu pendidikan/wiji
suwarno-jogjakarta:ar-ruzz media,2013
176 hlm,12 x 19 cm
ISBN: 977-25-4371-6
I.Pendidikan
II.Judul
III.Wiji Suwarno
Peroustakaan
Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Hasbullah
Dasar-dasar ilmu pendidikan (umum
dan agama islam)/hasbulah.-ed. Revisi-10-jakarta: rajawali pers, 2012.
Xiv, 4040 hlm., 21 cm.
ISBN 979-421-693-3
I.
Pendidikan
II.
Judul
III.
Pendidikan agama islam
297
Hak
cipta 1999, pada penulis
Dilarang
mengutip sebagian atau kesluruhan isi buku ini dengan cara apappun,termasuk
dengan cara penggunaan mesin fotokopi,tanpa izin penerbit
99.0599
RAJ
Hasbullah
DASAR-DASAR
ILMU PENDIDIKAN (EDISI REVISI)
Cetakan
ke-10april 2012
Hak
penerbitan pada pt.rajagrafindo persada, jakarta
Desain
cover oleh expertthoha studio
Dicetak
di fajarinterpratama offset
PT
RAJAGRAFINDO PERSADA
Kantor
pusat:
Jl.
Janur kuning I,blok WF I No.I, Kelapa gading permai, Jakarta 14240
Tel/fax :(021) 4520951-45847329
e-mail :rajapers@rajagrafindo.co.id http://www.rajagrafindo.co.id
Kata pengatar
Perusume
Alhamdulilah saya panjatkkan kehadirat
allah swt. Yang telah memberikan nikmat sehat dan kesempatan dalam meresume
buku ini, sehingga tugas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya, yang
diharapkan nantinya buku ini dapat membantu
mahasiswa dalam memahami tentang dasar-dasar ilmu pendidikan karya wiji
suwarno.sebagai bahasan yang praktis bagi para pembaca hasil resume, Yang
menjadi literature bahan perkuliahan/buku bacaan pada umumnya.
wonosobo,15
november 2013
Daftar isi
Identitas
buku………………………………………………………………… 1
Kata
penantar peresume……………………………………………………… 3
Daftar
isi……………………………………………………………………... 5
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Pengertian pendidikan……………………………………………….. 6
B.
Tujuan……………………………………………………………….. 6
C.
Pendidik……………………………………………………………... 7
D.
Peserta didik………………………………………………………… 7
E.
Alat pendidikan……………………………………………………... 7
F.
Lingkungan pendidikan…………………………………………….. 7
BAB
II
LEMBAGA
PENDIDIKAN
G.
Fungsi………………………………………………………………. 7
H.
Peran……………………………………………………………….. 7
BAB
III
ALIRAN
PENDIDIKAN
I.
Empirisme…………………………………………………………. 8
J.
Nativisme………………………………………………………….. 8
K.
Naturalisme………………………………………………………... 8
L.
Konvergensi……………………………………………………….. 8
M.
Progresivisme……………………………………………………… 8
N.
Esensialisme………………………………………………………. 8
BAB
IV
KONSEP
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP…………………………….. 8
BAB
V
INOVASI
PENDIDIKAN…………………………………………………. 9
BAB
VI
DEMOKRASI
PENDIDIKAN…………………………………………….. 9
BAB
VII
TOKOH
–TOKOH PENDIDIKAN……………………………………….. 9
BAB
VIII
SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan hal yang sangat
berpengaruh pada kehidupan sehari-hari, bahkan sudah menjadi trend tersendiri
pada masa modern saat ini,ilmu jiwa umum dan khusus mengupas perkembangan jiwa
anak didik yang menjadi sasaran pendidikan, dilengkapi ilmu manusia, antropologi,yang
menjelaskan jasmaniah anak didik.
Didaktik dan metodik umum dan khusus
merupakan ilmu mengajar yang membantu pendidikan sekolah dan membantu mengupas
persoalan pendidikan dan fasilitas pendidikan. Sedangkan ilmu kemasyarakatan,
sejarah kebudayaan dan sejafah perjuangan bangsa secara umum dapat menjelaskan
dan menjadi sumber utma kajian pada sector pendidikan.
A.
PENGERTIAN PENDIDIKAN
Pendidikan (yunani) paedagogy adalah
pulang dan pergi anak ke sekolah diantar pelayan(paedagogos), (romawi) educate
adalah mengeluarkan sesuatu dari dalam, (inggris) to educate adalah memperbaiki
moral dan melatih intelektual, (UU NO. 20/2003 SISDIKNAS) pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar pesera didik aktif mengembangkan potensi dirinya sehingga
memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang dibutuhkan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
B.
TUJUAN PENDIDIKAN
Tujuan pendidikan adalah sesuatu yang
ingin di capai melalui kegiatan pendidikan.
Menurut jenisnya ada 4 yaitu,
1.
Tujuan nasional
Tujuan pendidikan yang ingin di capai
suatu bangsa (harapan bangsa).
2.
Tujuan institusional
Tujuan pendidikan yang ingin di capai
suatu lembaga pendidikan (harapan institusi).
3.
Tujuan kurikuler
Tujuan pendidikan yang ingin di capai
dengan suatu mata pelajaran tertentu.
4.
Tujuan instruksional
Tujuan pendidikan yamg ingin di capai
oleh suatu bahasan pokok/sub bahassan tertentu.
Menurut imam barnadib(1984; 50-51)
dengan merangkum pendapat langeveld,ada 6 tujuan pendidikan;
1.
Tujuan umum(yang akan di capai di
akhir proses pendidikan)
2.
Tujuan khusus(atas dasar jenis
kelamin,sifat,bakat,inteligensi,lingkungan sos-bud,dll)
3.
Tujuan tidak lengkap(tidak ada
sangkut paut dengsn manusia)
4.
Tujuan sementara(sifatnya
sementara)
5.
Tujuan intermediet(perantara)
6.
Tujuan incidental(tuuan pada saat
tertentu)
Menurut bloom
1.
Cognitive domain(kemampuan yang
di miliki)
2.
Affective domain( kemempuan
menerima)
3.
Psychomotor domain(respon)
C.
PENDIDIK
Pendidik adalah orang yang lebih dewasa
yang mampu membawa peserta didik ke arah kedewasaan, secara akademis pendidik
adalah tenaga kependidikan,penndidik merupakan tenaga professional yang merencanakan,
melaksanakan, menilai, membimbing,melatih,serta melakukan peneliyian dan pengabdian
kepada masyarakat. Pendidik harus memiliki kualifikasi,sertifikasi,sehat
jasmani,rohani dan memiliki kemampuan mewujudkan tujuan pendidikan.
D.
PESERTA DIDIK
adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur,jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.peserta didik di bina dan diarahkan agar memcapai
derajat kesusilaan.
E.
ALAT PENDIDIKAN
Adalah hal yang membantu terlaksananya
pekerjaan mendidik.
Menurut abu ahmadi:
1.
Alat pendidikan positif dan
negative
2.
Alat pendidikan preventif dan
korektif
3.
Alat pendidikan menyenangkan dan
tidak menyenagkan
F.
LINGKUNGAN PENDIDIKAN/MILIEU
Adalah lingkungan yang melingkupi
terjadinya proses pendidikan. Lingkungan pendidikan meliputi lingkungan
keluarga,sekolah dan masyarakat.
BAB II
LEMBAGA
PENDIDIKAN
Lembaga pendidikan atau sering disebut
sekolah yang biasa dilakukan kegiatan belajar dan mengajar yang terdiri dari pendidik,peserta
didik,alat dan fasilitas yang diperlukan
G.
FUNGSI
Sebagaimana diperinci oleh suwarno, dalam buku pengantar umum
pendidikan sebagai berikut:
a.
Mengembangkan kecerdasan pikiran
dan memberikan ilmu pengetahuan
b.
Spesialisasi
c.
Efisiensi
d.
Sosoialisasi
e.
Konservasi dan transmisi cultural
f.
Transisi dari rumah ke masyarakat
H.
PERAN
Peran sekolah merupakan lembaga yang membantu
lingkungan keluarga,maka sekolah harus mendidik dan mengajar,memperbbaiki,memperhalus
tingkah laku peserta didik. peranan sekolah melalui kurikulum sebagai berikut;
a.
Anak didik diijari berbaul dengan
lingkungan.
b.
Anak didik belajar menaati
peraturan.
c.
Mempersiapkan peserta didik
menjadi anggota mayarakat yang berguna
BAB III
ALIRAN
PENDIDIKAN
Aliran pendidikan merupakan ideology yang di hasilkan
dari para pemikir-pemikir yang dianggap sebagai penyesuaian proses pendidikan
dengan kebutuhan yang diperlukan.
I.
EMPIRISME
Menurut aliran ini, pendidik sebagai
factor luar memegang peranan penting, yang menyediakan lingkungan pendidikan
bagi anak didik.
J.
NATIVISME
Perkembangan individu ditentukan oleh
factor bawaan sejak lahir.
K.
NATURALISME
Setiap anak yang lahir didunia ini
mempunyai pembawaan baik sejak lahir dan akan menjadi rusak karena pengaruh
lingkungan.
Aliran ini menitik beratkan pada
strategi pembelajaran yang bersifat paedosentris(kemampuan individu peserta
didik sebagai pembelajaran)
L.
KONVERGENSI
Anak lahir di dunia ini sudah memiliki pembawaan baik dan
buruk,selanjutnya perkembangan anakdipengaruhi lingkungan.sehingga factor
pembawaan ddan lingkungan berperan penting.
M.
PROGRESIVISME
Manusia memiliki kemampuan-kemampuan
yang wajar,dapat menghadapi dan memecahkan masalah.
N.
ESENSIALISME
landasan ppendidikan adalah niai-nilai
esensial yaitu teruji waktu,bersifat menuntun,dann turun termurun.
BAB IV
KONSEP
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP
Konsep pendidikan
seumur hidup adalah ideology yang menetapkan bahwa pada hakikatnya dimanapun
manusia berada masih dalam masa belajar tanpa menganal batasan umur. Seperti
yang di sabdakan oleh nabi Muhammad.saw”tuntutlah ilmu dari buaian hingga ke
liang lahad”. Yang berarti bahwa dalam menggali ilmu tanpa ada batasan umur.
BAB V
INOVASI
PENDIDIKAN
Secara gambaran
umum inovasi pendidikan merupakan pembaharuan pendidikan yang menuju kearah
yang lebih baik,seperti yang di harapkan pada pembukaan undang-undang 1945.
Inovasi pendidikan sangat dibutuhkan karena dapat mendorong kemajuan pendidikan
yang terarah dan menciptakan generasi yang cerdas.
BAB VI
DEMOKRASI
PENDIDIKAN
Demokrasi
pendidikan merupakan pendidikan yang di khususkan untuk semua kalangan hingga
dapat dinikmati hingga seluruh masyarakat dari kalangan bawah hingga atas.
BAB VII
TOKOH –TOKOH PENDIDIKAN
Tokoh pendidikan merupakan orang yang
berjuang sehingga jasanya dapat dikenang
dalam seluruh nusantara dalam memperjuangkan pendidikan di negeri ini. Berikut
tokoh-tokoh pendidikan di Indonesia:
A.
RA.KARTINI (1879-1904)
Raden Ajeng Kartini merupakan wanita
pertama Indonesia yang merperjuangkan gender pendidikan bagi kaum wanita.
Beliau lahir di jepara pada tanggal 21 april 1879 yang di cetuskan sebagai hari
kartini.
Beliau mendirikan sekolah gadis di
jepara pada tahun 1903,sekolah gadis di rembang.
Beliau wafat pada tahun1904.
B.
Raden Dewi Sartika (1884-1947)
Readen Dewi Sartika lahir pada 4
desember 1884,beliau mendirikan sekolah istri pada tahu 1904 yang terdiri dari 20 peserta
didik dan bertambah 20 lagi. Pada tahun1909 beliau mulai mengeluarkan ijazah,yang
kemudian diganti menjadi sekolah kautama istri.
C.
Rohana Kudus (1884-1969)
Rohana kudus dilahirkan pada 20 desembar
1889 di kota gedang,Sumatra barat. Mendirikan sekolah gadis 1905 sampai 1911
yang diganti menjadi sekolah kerajinan amai setia, 10 juli 1912 sekolah sunting
meliyan.
D.
Ki Hajar Dewantara (1889-1959)
Raden mas suwardi suryaningrat merupakan
nama assli waktu kecil ki hajar dewantara yang di lahirkan di yogya karta pada
tanggal 2 mei 1889 putra dari KPH suryaningrat dan cucu dari paku alam.
E.
Mohamad syafei (1899-1969)
F.
K.H Ahmad Dahlan (1869-1923)
Mohamad darwis di lahirkan di Jogjakarta
pada tahun 1869, bapaknya bernama KH. Abubakar bin KH. Sulaiman.
G.
K.H HASYIM ASYARI(1871-1947)
di lahirkan di jombang jawa timur 14 februari 1871,beliau berjasa besar
karenanya lah berdiri organisasi besar di Indonesia yaitu NU yang didirikan
pada 31 January 1926.
Sementara itu NU tidak hanya bergerak dalam
social kemasyarakatan tetapi memperhatikan pada masalah pendidikan pula yaitu
“ma’arif”.ma’arif bertugas membuat perundang-undadng dan program pendidikan
yang bernaung dan dinaungi oleh NU. BERIKUT MERUPAKAN TUJUAN PENDIDIKAN MAARIF;
1.
Menumbuhkan jiwa pendidikan dan
pemikiran/gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik sesuai
ajaran ahlussunah wal jamaah.
2.
Menanamkan sifat terbuka ,mandiri,kemampuan
bekerja dengan pihak lain,ketrampilan ilmu pengetahuan dan teknologi(IPTEK)
3.
Menciptakan sifat perilaku hidup yang
berorientasi duniawi dan ukhrawi.
4.
Menanamkan terhadap nilai ajaran agama islam
yang dinamis.
Setelah terciptanya tujuan maka NU mendirikan lembaga pendidikan
madrasah dan umum, sebagai berikut:
1.
Raudhatul athfal(tk) 3th
2.
Sekolah rakyat Indonesia(sri) 6th
3.
Smp nu 3th
4.
Mma nu 3th
5.
Muallimin/mualimat 5th
6.
Selain madrasah dan sekolah umum NU juga punya PERGURUAN TINGGI.
Semua itu tidak
terlepas dari K.H. HASYIM ASYARI sebagai pendiri NU.
Setelah jasanya yang begitu besar beliau
mewariskan itu semua kepada kita khususnya pada kaum NU. Beliau wafat pada
tanggal 25 juli 1947 dengan meninggalkan karya dan pemikiran yang sangat
monumental khususnya PONDOK PESANTREN TEBUIRENG
.
BAB VIII
SISTEM
PENDIDIKAN NASIONAL
Sangat jelas
DAFTAR PUSTAKA
Suwarno,Wiji,
2013, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan,
Jogjakarta;Arruzzmedia.
Hasbullah,
2012, dasar-dasar ilmu pendidikan, Jakarta;pt. Rajagrafindo.
adapun tambahan pengertian dari fikiran saya sendiri.
Langganan:
Postingan (Atom)